JAKARTA - Upaya menyusun rekomendasi reformasi kepolisian semakin dimatangkan melalui rangkaian audiensi yang digelar Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Dalam tiga sesi pertemuan terpisah di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, komisi mendengarkan langsung masukan dari berbagai lembaga dan organisasi profesi.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyampaikan bahwa masukan tersebut akan menjadi pijakan penting dalam menyusun rekomendasi untuk Presiden Prabowo Subianto. Salah satu fokus utama yang dibahas adalah perlunya revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
“Minggu-minggu ini kami sudah mulai. Hari Kamis mudah-mudahan banyak yang datang, kami mulai membuat kesimpulan, tetapi belum bisa diumumkan sebelum komprehensif. Yang kedua, kami tentu harus melapor dulu ke Presiden sebelum diumumkan, materi reformasi untuk dituangkan dalam rancangan revisi Undang-Undang Polri,” ujar Jimly.
Kompolnas Jadi Bahasan Terpanjang
Dalam audiensi tersebut, Komisi Reformasi Polri menerima perwakilan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), organisasi advokat Peradi, Ombudsman Republik Indonesia (ORI), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dari seluruh pertemuan, dialog dengan Kompolnas menjadi yang paling panjang membahas berbagai persoalan strategis.
Kompolnas dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago, yang juga menjabat sebagai Ketua Kompolnas. Jimly menyebut bahwa pertemuan dengan Kompolnas berlangsung sekitar dua jam, lebih lama dari dua sesi audiensi lainnya.
“Dari diskusi tadi (dengan Kompolnas), itu yang paling banyak masalah, karena memang Kompolnas itu sehari-hari, selama 20 tahun terakhir, berhubungan dengan arahan, kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah, kemudian menjalankan fungsi pengawasan, bahkan juga merekrut calon Kapolri. Jadi, posisinya strategis,” jelasnya.
Jimly menambahkan, Komisi Percepatan Reformasi Polri dan Kompolnas mencapai kesepahaman terkait perlunya memperkuat peran Kompolnas. Usulan penguatan ini dinilai penting agar fungsi pengawasan terhadap institusi kepolisian semakin efektif.
“Ada keinginan supaya nanti Kompolnas diperkuat, khususnya terkait dengan efektivitas fungsi pengawasan baik kepada lembaga kepolisian maupun aparat Polri. Nah ini yang tadi dicapai kesimpulan, yang tentu nanti menjadi salah satu masukan yang sangat penting dalam rangka revisi undang-undang kepolisian,” kata Jimly.
Masukan dari Advokat dalam Praktik Penegakan Hukum
Pertemuan selanjutnya dilakukan dengan organisasi advokat Peradi. Jimly menjelaskan bahwa para advokat memberikan perspektif penting karena mereka merupakan pihak yang berhadapan langsung dengan Polri dan Kejaksaan dalam proses penegakan hukum.
Masukan dari Peradi dianggap relevan untuk mengevaluasi ruang koordinasi, kendala, dan dinamika yang terjadi antara advokat dan aparat penegak hukum. Menurut Jimly, pandangan advokat menjadi salah satu komponen yang memperkaya pembahasan revisi UU Polri.
Selain itu, komisi juga menerima masukan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kedua lembaga ini menyampaikan temuan dan pengalaman mereka dalam menangani laporan yang berkaitan dengan kepolisian.
“Kami juga tadi mendapat masukan dari orang-orang independen, lembaga negara independen, antara lain Ombudsman Republik Indonesia (ORI), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Intinya, lembaga-lembaga ini menangani banyak masalah, laporan pengaduan yang terkait dengan kinerja kepolisian. Mereka tadi menyampaikan masukan hubungannya dengan kepolisian, dan apa yang sebaiknya diperbaiki di kepolisian,” ujar Jimly Asshiddiqie.
Menuju Rekomendasi Final untuk Presiden
Dengan beragam masukan tersebut, Komisi Percepatan Reformasi Polri kini mulai merumuskan kesimpulan awal. Namun, Jimly menegaskan bahwa hasil akhirnya baru akan dipaparkan setelah semua masukan dihimpun secara lengkap dan dipresentasikan kepada Presiden Prabowo.
Rencana revisi UU Polri menjadi salah satu poin kunci yang terus mendapatkan perhatian publik. Sejumlah lembaga juga telah menyampaikan rekomendasi agar pembahasan revisi undang-undang ini dilakukan secara menyeluruh untuk meningkatkan profesionalitas, akuntabilitas, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Melalui audiensi berkelanjutan, komisi berharap dapat menghasilkan rekomendasi yang objektif, komprehensif, dan sesuai dengan kebutuhan reformasi kepolisian di Indonesia. Masukan dari lembaga pengawas, organisasi profesi, serta lembaga independen dianggap sebagai pondasi penting agar revisi UU Polri nantinya berjalan tepat sasaran.