JAKARTA - Menjelang pencatatan saham perdana PT Super Bank Indonesia Tbk. (SUPA), perhatian pasar tidak hanya tertuju pada valuasi maupun prospek bisnis bank digital ini, tetapi juga pada struktur penjaminan emisi yang menjadi fondasi pelaksanaan IPO.
Keberadaan para underwriter dengan porsi besar memberikan gambaran kuat mengenai tingkat keyakinan mereka terhadap keberhasilan penawaran umum perdana ini.
Dalam prospektus tambahan yang dirilis pada 9 Desember 2025, dua nama utama muncul sebagai ‘supir’ terbesar dalam proses penjaminan. PT Mandiri Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. (TRIM) memegang porsi terbesar, masing-masing 58,67% dan 37,60%. Komposisi dominan tersebut menunjukkan peran sentral keduanya dalam memastikan terserapnya seluruh saham yang dilepas SUPA ke publik.
Di luar dua pemain besar tersebut, IPO SUPA juga didukung oleh penjamin emisi lain yaitu PT CLSA Sekuritas Indonesia (3,23%), PT Sucor Sekuritas (0,45%), PT Bahana Sekuritas (0,015%), dan PT Korea Investment and Sekuritas Indonesia (0,015%).
Komitmen Full Commitment dalam Skema Penjaminan SUPA
Mengacu pada prospektus yang dikutip Rabu, seluruh penjamin dan pelaksana emisi efek telah menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Mereka sepakat membeli sisa saham apabila investor publik tidak menyerap seluruh penawaran.
“[Underwriter IPO] menyetujui sepenuhnya untuk menawarkan dan menjual saham yang ditawarkan perseroan [SUPA] kepada masyarakat sesuai bagian penjaminannya masing-masing dengan kesanggupan penuh (full commitment) dan mengikatkan diri untuk membeli saham yang akan ditawarkan yang tidak habis terjual pada tanggal penutupan masa penawaran umum perdana saham,” demikian isi kutipan prospektus.
Skema ini memastikan bahwa IPO SUPA memiliki proteksi penuh dari sisi penjaminan, sehingga risiko saham tidak terserap dapat diminimalkan. Komitmen semacam ini menjadi indikator penting bagi calon investor publik, terutama pada periode volatilitas pasar.
Dalam penjelasan prospektus, SUPA juga menyatakan bahwa proses penjatahan masih mengikuti regulasi lama, yakni Peraturan OJK No. 41/2020 dan Surat Edaran OJK No. 15/2020. Aturan tersebut mengatur mekanisme penjatahan pasti (fixed allotment) dan penjatahan terpusat (pooling allotment) yang digunakan dalam IPO ini.
Penjatahan Mengikuti Aturan Lama, Namun Diwarnai Aturan Baru OJK
Di tengah persiapan IPO SUPA, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah menerbitkan aturan baru yaitu SEOJK 25/2025 yang mendorong peningkatan alokasi untuk investor ritel. Namun, Superbank tetap menggunakan ketentuan lama karena regulasi tersebut masih berlaku untuk proses yang sudah berjalan.
Pada skema penjatahan pasti, saham dialokasikan kepada investor institusi seperti asuransi, dana pensiun, manajer investasi, korporasi, hingga individu khusus. Jika jumlah pemesanan melebihi saham yang tersedia, alokasi disesuaikan dengan ketentuan SE OJK No. 15/2020 yang dapat dilakukan secara proporsional atau dengan perlakuan khusus.
Kekurangan alokasi yang terjadi kemudian dipenuhi dari pesanan terakhir yang masuk. Sementara itu, penjatahan terpusat mengacu pada lima golongan berdasarkan nilai penawaran umum. Dengan target dana Rp2,79 triliun, IPO Superbank masuk golongan IV, yang mewajibkan minimal alokasi pooling sebesar Rp75 miliar atau 2,68% dari seluruh saham IPO.
Skema penjatahan terpusat membagi alokasi untuk ritel dan nonritel dengan rasio 1:2. Apabila terjadi kelebihan pemesanan, penyesuaian dilakukan berdasarkan tingkat pesanan, yakni 5% dari total saham untuk pesanan 2,5–10 kali batas minimal, 7,5% untuk pesanan 10–25 kali, dan 12,5% untuk pesanan yang melebihi 25 kali batas minimal.
Sisa saham yang diperlukan untuk memenuhi penjatahan tambahan akan diambil dari porsi penjatahan pasti. Dalam proses ini, pesanan ganda wajib digabung, alokasi awal diberikan secara proporsional, dan sisa dibagi berdasarkan waktu pemesanan. Jika ada kelompok pemesan yang kurang dari target, sisa alokasi dialihkan ke kelompok lain.
Harga, Masa Penawaran, dan Rencana Penggunaan Dana IPO SUPA
Berdasarkan proses bookbuilding, harga IPO Superbank dipatok sebesar Rp635 per saham. Masa penawaran dimulai pada Rabu (10/12/2025) dan berlangsung hingga 15 Desember. Dengan melepas 4,4 miliar saham atau 13% dari modal setelah IPO, perseroan menargetkan dana segar sebesar Rp2,79 triliun.
SUPA menegaskan bahwa sekitar 70% dana akan digunakan sebagai modal kerja penyaluran kredit. Hal ini konsisten dengan strategi ekspansi mereka sebagai bank digital yang fokus pada pembiayaan ritel dan UMKM.
Sementara 30% sisanya dialokasikan sebagai belanja modal mulai 2026 hingga lima tahun ke depan. Penggunaan dana tersebut meliputi pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, digital payment system, infrastruktur teknologi informasi, peningkatan sistem operasional, investasi pada kecerdasan buatan (AI) dan data analitik, hingga penguatan keamanan siber.
Kombinasi rencana belanja modal yang agresif, dukungan ekosistem Grab–Emtek, serta struktur penjatahan yang solid membuat SUPA muncul sebagai salah satu kandidat bank digital yang berpotensi undervalued pada momen IPO Desember ini.