Kasus IBD Meningkat, Waspadai Gejala Sejak Dini

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:07:38 WIB
Kasus IBD Meningkat, Waspadai Gejala Sejak Dini

JAKARTA - Tren kenaikan penyakit radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) di Indonesia kini semakin mencuri perhatian. 

Perubahan pola hidup masyarakat yang semakin modern dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong meningkatnya kasus penyakit kronis ini.

Kementerian Kesehatan RI menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap IBD, mengingat laporan regional menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah pasien dalam beberapa tahun terakhir. Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, menyampaikan bahwa Asia, termasuk Indonesia, mulai menunjukkan tren serupa.

"Studi regional menunjukkan insiden IBD sekitar 0,7-1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini menjadi peringatan bahwa IBD perlu mendapat perhatian serius," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa.

Pemerintah telah memasukkan penguatan layanan IBD ke dalam strategi nasional penanganan penyakit tidak menular. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki layanan diagnosis, memperluas akses terapi, serta meningkatkan literasi kesehatan masyarakat.

Memahami Apa Itu IBD dan Bentuk-Bentuknya

IBD merupakan penyakit radang usus kronis yang menimbulkan peradangan berkepanjangan pada saluran cerna. Ada dua bentuk utama dari kondisi ini, masing-masing dengan karakteristik berbeda.

Kolitis Ulseratif, menyerang usus besar dan rektum, dengan peradangan yang terbatas pada lapisan mukosa.
Penyakit Crohn, dapat muncul di seluruh saluran cerna, sering kali menyebabkan peradangan lebih dalam dan tidak merata.

Kedua jenis IBD bersifat progresif dan muncul dengan gejala seperti diare berulang, nyeri atau kram perut, penurunan berat badan tanpa sebab, demam, kelelahan, hingga BAB berdarah. Meski kerap dianggap sebagai gangguan pencernaan biasa, gejala tersebut sebenarnya menandakan kondisi yang lebih serius.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi, Ari Fahrial Syam, menegaskan bahwa kesalahan persepsi inilah yang membuat banyak pasien datang dalam kondisi sudah berat.

"IBD sering muncul dengan gejala yang sangat umum sehingga banyak pasien tidak segera memeriksakan diri. Padahal, jika tidak ditangani, penyakit ini dapat berkembang menjadi komplikasi berat," ujar Ari dalam Pekan Kesadaran Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn 2025 yang digelar Yayasan Gastroenterologi Indonesia bersama Takeda Indonesia secara daring, Selasa (9/12).

Untuk memastikan diagnosis, pasien harus menjalani serangkaian pemeriksaan, mulai dari evaluasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, tes laboratorium, endoskopi, biopsi, hingga pemindaian seperti CT scan atau MRI. Deteksi dini dapat membantu mempertahankan kualitas hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Pilihan Terapi Makin Beragam, Namun Tetap Harus Terarah

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan terapi IBD semakin maju. Menurut Ari Fahrial Syam, pengobatan kini tidak hanya terbatas pada obat simptomatik, tetapi juga mencakup terapi biologis yang menargetkan mekanisme peradangan secara lebih spesifik.

Namun ia menekankan bahwa semua jenis terapi harus dilakukan berdasarkan rekomendasi dokter dan disesuaikan dengan kondisi klinis masing-masing pasien. Penanganan mandiri tanpa pendampingan medis justru bisa memperburuk keadaan.

Selain itu, penguatan layanan kesehatan menjadi bagian penting dalam strategi pemerintah. Upaya peningkatan kemampuan fasilitas kesehatan dalam mengenali serta menangani IBD menjadi langkah yang terus didorong agar pasien mendapatkan layanan yang tepat sejak awal.

Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai IBD juga menjadi hambatan dalam penanganan. Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) bahkan menilai banyak pasien baru mendatangi dokter ketika penyakit sudah berkembang ke tahap yang lebih berat, sehingga membutuhkan terapi yang lebih kompleks.

Dampak IBD terhadap Kehidupan Pasien Semakin Dirasakan

IBD tidak hanya menguras tenaga secara fisik, tetapi juga berdampak luas pada aspek sosial dan psikologis penderitanya. Gejala yang datang tiba-tiba membuat pasien sering kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, mulai dari bekerja, sekolah, hingga bersosialisasi.

Kebutuhan untuk menyesuaikan pola makan, mengatur jadwal aktivitas, hingga memastikan keberadaan toilet yang mudah diakses menjadi tantangan tersendiri bagi banyak penderita. Kondisi ini kerap menurunkan kualitas hidup dan berdampak pada kesehatan mental.

Head of PT Takeda Indonesia, Ulya Himmawati, menyebut bahwa peningkatan kasus IBD di Asia menunjukkan perlunya kolaborasi lebih kuat dari berbagai pihak, baik tenaga medis, pemerintah, organisasi kesehatan, maupun penyedia layanan farmasi.

"Insiden IBD meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Karena itu, penanganannya memerlukan perhatian dari seluruh ekosistem kesehatan," ujarnya.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan penguatan layanan kesehatan, diharapkan penanganan IBD di Indonesia dapat menjadi lebih baik. Upaya deteksi dini, edukasi publik, dan ketersediaan terapi yang sesuai menjadi kunci untuk mengurangi dampak penyakit ini terhadap pasien dan lingkungan sekitarnya.

Terkini

5 Resep Kue Jadul Lezat untuk Nostalgia di Rumah

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:07:59 WIB

Teknik Memotong Kentang agar Kukusan Pulen dan Beraroma

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:07:56 WIB

Racikan Bumbu Bebek Goreng Empuk dan Gurih Rumahan

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:07:53 WIB