JAKARTA - Di tengah proses pemulihan pascabanjir besar di Sumatra, perhatian pemerintah mulai mempertimbangkan pemanfaatan material alam yang terbawa arus, termasuk tumpukan kayu gelondongan.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menegaskan bahwa kayu-kayu tersebut dapat dimanfaatkan selama tidak bertentangan dengan aturan tata usaha kayu yang ditetapkan Kementerian Kehutanan.
“Terkait dengan menumpuknya sampah dari batang-batang kayu, Kementerian Lingkungan Hidup akan memberikan arahan sebagai bentuk penanganan sampah spesifik. Jadi saya akan memberikan arahan [agar kayu] bisa digunakan atau dimanfaatkan sepanjang memang tidak bertentangan dengan tata usaha kayu,” kata Hanif di Jakarta, Senin.
Menurutnya, langkah ini bukan hanya mencegah penumpukan sampah kayu yang dapat menghambat proses pemulihan, tetapi juga memberi peluang bagi daerah terdampak untuk memanfaatkan material tersebut secara sah.
Arahan KLH dan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah
Hanif menjelaskan bahwa pemerintah daerah akan segera menerima arahan resmi untuk menindaklanjuti pemanfaatan kayu gelondongan yang kini tersebar di berbagai lokasi. Arahan itu akan dituangkan dalam bentuk surat tertulis kepada gubernur serta bupati wilayah terdampak banjir bandang.
“Pemanfaatan limbah spesifik sepanjang memang tidak bertentangan dengan tata usaha kayu yang diatur oleh Kementerian Kehutanan, maka kami memasukkan itu di dalam kategori yang bisa dimanfaatkan. Nanti kami akan menyampaikan secara tertulis kepada gubernur dan para bupati yang terdampak dari kondisi ini,” imbuh Hanif.
Langkah ini diharapkan mempercepat proses penanganan pascabencana melalui pendekatan yang tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga mempertimbangkan aspek regulasi serta keamanan pemanfaatan kayu.
Dugaan Kejahatan Kehutanan Ikut Diselidiki
Di balik tumpukan kayu yang mencemari aliran sungai dan permukiman, Kementerian Kehutanan tetap melakukan penyelidikan untuk mencari sumber asal kayu gelondongan tersebut.
Pemerintah menduga adanya kejahatan kehutanan berupa pencucian kayu hasil pembalakan liar yang menyebabkan jumlah kayu meningkat signifikan saat banjir bandang menerjang Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan menyampaikan bahwa beberapa pola pencucian kayu telah teridentifikasi, terutama yang memanfaatkan skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT).
Modus yang ditemukan antara lain pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan sehingga kayu dari luar areal PHAT dapat “dititipkan” agar tampak seolah asalnya legal.
Selain itu, kayu dari kawasan hutan berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), dan Hutan Lindung (HL) dibawa masuk ke wilayah PHAT dengan menggunakan Laporan Hasil Produksi (LHP) fiktif yang volumenya dinaikkan.
Modus lain melibatkan pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan. Ada pula upaya memperluas batas peta PHAT melebihi alas hak yang sah sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara, hingga penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai “nama pinjam” oleh pemodal.
Rangkaian Modus Pencucian Kayu yang Diungkap
Selain manipulasi dokumen dan pemalsuan laporan, pelaku pencucian kayu juga memanfaatkan celah proses distribusi. Salah satu modus yang paling umum adalah pengiriman kayu dengan volume yang melampaui dokumen LHP atau Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK).
Praktik itu dilakukan melalui penggunaan berulang dokumen yang sama untuk melegalisasi kayu yang berasal dari kawasan hutan negara.
Ada pula modus penarikan kayu dari area hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan ke lahan milik. Proses tersebut mempersulit penelusuran karena kayu yang awalnya ilegal menjadi tampak seolah-olah memiliki dokumen resmi.
Temuan berbagai modus pencucian kayu ini membuat pemerintah semakin gencar melakukan investigasi. Kayu gelondongan yang terbawa arus banjir pun menjadi bukti penting untuk menelusuri rantai ilegal logging yang mungkin berperan dalam memperburuk dampak bencana.
Dukungan Kebijakan untuk Pemulihan yang Lebih Efektif
Di satu sisi, pemerintah ingin memastikan kayu gelondongan tidak menjadi hambatan dalam proses pembersihan pascabencana. Di sisi lain, penelusuran terhadap asal-usul kayu tetap berjalan untuk memastikan tidak ada celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan kehutanan.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa penanganan bencana tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga pada penegakan hukum dan pengendalian kerusakan hutan. Dengan arahan KLH serta penyelidikan dari Kementerian Kehutanan, pemerintah berharap penanganan banjir dapat dilakukan secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan.