LPSK Dorong Revisi UU PSK Rampung 2025

Rabu, 05 November 2025 | 11:49:26 WIB
LPSK Dorong Revisi UU PSK Rampung 2025

JAKARTA - Perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana menjadi sorotan penting menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026. 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) dapat rampung pada akhir 2025, bersamaan dengan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menekankan pentingnya keseimbangan perlakuan antara aparat penegak hukum, pelaku, saksi, dan korban dalam proses hukum. "Tentu dengan mempertimbangkan arti pentingnya keterangan dari saksi maupun korban dari tindak pidana," ujarnya dalam media gathering di Bandung, Jawa Barat.

Revisi UU PSK ini diharapkan selaras dengan prinsip restorative justice dalam KUHP baru, di mana kedudukan korban dan keterangan saksi menjadi elemen penting dalam mencapai keadilan. 

LPSK menargetkan momentum rampungnya revisi ini seiring dengan pemberlakuan KUHP yang menitikberatkan pada pemulihan korban serta keadilan yang lebih berimbang.

Peta Revisi UU PSK dan Tujuan Utama

Saat ini, pembahasan revisi UU PSK telah mencapai tingkat panitia kerja (panja) di Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Revisi ini tidak hanya fokus pada penguatan hak korban dan saksi, tetapi juga pada pengembangan infrastruktur perlindungan melalui perwakilan LPSK di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Wawan Fahrudin menjelaskan, penempatan kantor perwakilan LPSK dilakukan berdasarkan tiga klaster daerah. Pertama, daerah dengan jumlah tindak pidana terbesar yang membutuhkan pemantauan lebih intensif terhadap keseimbangan perlakuan aparat terhadap saksi dan korban.

Kedua, wilayah perbatasan negara yang rentan terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Penempatan perwakilan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN), lintas batas wilayah laut, maupun demarkasi penerbangan diharapkan dapat memperkuat perlindungan saksi dan korban serta mengawasi jalannya proses hukum di daerah rawan.

Ketiga, wilayah afirmasi seperti Papua, Aceh, dan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang memiliki karakteristik khusus terkait hak asasi manusia dan kepentingan nasional. "Sementara di IKN diperlukan karena sudah menjadi ibu kota negara," ujarnya. Penempatan kantor di Papua dan Aceh diharapkan dapat menangani isu HAM secara lebih efektif.

Restorative Justice sebagai Fokus Perlindungan

Revisi UU PSK menjadi bagian penting dari implementasi prinsip restorative justice yang akan diterapkan dalam KUHP baru. 

Dengan pendekatan ini, peran saksi dan korban menjadi lebih vital dalam proses hukum, tidak sekadar sebagai pihak yang memberikan keterangan, tetapi sebagai elemen yang menentukan penyelesaian kasus secara adil dan manusiawi.

Wawan menekankan bahwa harmonisasi antara UU PSK dan RKUHAP akan memastikan keseimbangan perlakuan dalam penegakan hukum. Hal ini mencakup perlindungan saksi, pemenuhan hak korban, serta pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar tidak terjadi penyimpangan selama proses hukum berlangsung.

Langkah Strategis LPSK untuk Perlindungan Nasional

Penempatan kantor perwakilan LPSK di berbagai daerah strategis menjadi bagian dari langkah pemerintah memperkuat perlindungan saksi dan korban secara nasional. 

Dengan adanya kantor perwakilan di provinsi, kabupaten/kota, wilayah perbatasan, dan wilayah afirmasi, LPSK dapat lebih cepat merespons kebutuhan saksi dan korban, termasuk memberikan pendampingan hukum, perlindungan fisik, serta pemulihan psikologis.

Wawan berharap revisi UU PSK yang sedang dibahas dapat rampung pada akhir tahun ini. "Dengan rampungnya revisi, perlindungan saksi dan korban akan lebih optimal, seiring dengan pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026," tuturnya.

Penyelarasan antara UU PSK dan RKUHAP menjadi bukti komitmen pemerintah dalam menghadirkan sistem hukum yang lebih adil dan manusiawi, sekaligus memperkuat tata kelola perlindungan saksi dan korban di seluruh wilayah Indonesia.

Terkini